Beranda Opini

Kepiting Merah: Seafood Khas Tanjungpinang yang Bergizi Setara Rajungan

0
Wahyu Muzammil

Oleh:
Wahyu Muzammil
Mahasiswa Doktor Biologi Universitas Gadjah Mada dan Dosen Manajemen Sumberdaya Perairan UMRAH

SECARA ilmiah, kepiting merah (Thalamita spinimana) termasuk Kelas Malacostraca. Kelas Malacostraca dibagi menjadi lima ordo, dengan lebih dari 10.000 spesies. Yang terbesar adalah Decapoda. Ordo ini juga berisi krustasea terbesar dan paling familiar, seperti udang, lobster, lobster air tawar, dan kepiting.

Nama Decapoda, berarti memiliki total 10 kaki atau lima pasang kaki. Kepiting merah merupakan biota, yang hidup di perairan tropis Indo Pasifik Barat. Tepatnya, berada di sekitar perairan karang dengan kedalaman 0-6 meter, permukaan karapasnya halus dan berwarna merah cerah. Umumnya nelayan menangkap menggunakan bubu atau jaring insang.

Menurut Wee & Ng (1995), Genus Thalamita merupakan salah satu genus terbesar, di dalam sub-famili Portunidae dan setidaknya ada 66 spesies telah ditemukan di Indo Pasifik Barat.

Habitat kepiting merah tersebar mulai dari Kepulauan Mergui–Pulau Elphinstone, Semenanjung Melayu Barat–Thailand, Taiwan, Tiongkok (Pulau Hainan), Singapura, Filipina, Indonesia, Australia, Great Barrier Reef, New Caledonia, Fiji, dan Suva.

Genus Thalamita umumnya ditemukan di perairan dasar dengan substrat bebatuan, terumbu karang, perairan bervegetasi mangrove, dan area lamun.

Di Kota Tanjungpinang, kepiting merah ditemukan di Perairan Pulau Dompak dengan tipe substrat bebatuan dan karang mati (Muzammil et al. 2022).

Beberapa penelitian terkait kepiting merah telah dilakukan oleh tim penelitian kami di Perairan Dompak terkait bioekologi (tahun 2021), dan karakteristik genetik dan kimianya (tahun 2022).

Penelitian tersebut didanai oleh Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi melalui skema hibah Penelitian Dosen Pemula.

Kepiting merah, merupakan salah satu jenis kepiting yang masih berkerabat dekat dengan Rajungan. Keduanya merupakan jenis swimmer crab yang memiliki kemampuan renang. Karena memiliki sepasang kaki termodifikasi menjadi kaki renang.

Umumnya jenis swimmer crab memiliki tubuh yang lebih ramping dibandingkan dengan jenis kepiting non-swimmer crab.
Walaupun kepiting merah ini secara kekerabatan dekat dengan rajungan, namun, secara harga jual kepiting merah jauh lebih murah dibandingkan dengan rajungan.

Baca juga:  Siapa Bilang Milenial Gak Ada Kontribusinya?

Hal ini dikarenakan, rajungan merupakan komoditas ekspor Indonesia yang sebagian besar pasarnya adalah Amerika Serikat. Dijual dalam bentuk kalengan (in can), sehingga masa simpannya (shelf life), menjadi lebih panjang dan transaksinya menggunakan Dollar Amerika (USD).

Sehingga, ini rajungan menjadi salah satu komoditas perikanan yang banyak ditangkap oleh nelayan. Seringkali ditemukan hasil tangkapan rajungan dalam kondisi bertelur, serta ukurannya kecil, atau belum masuk kategori ukuran yang boleh ditangkap (minimum legal size).

Ketentuannya, sebenarnya telah diatur bagaimana penangkapan ramah lingkungan, yang tidak hanya menggunakan alat tangkap yang selektif. Namun juga, kondisi dan ukuran rajungan yang diperbolehkan ditangkap.

Hal ini tertuang dalam Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2020 yang menyebutkan, bahwa rajungan tidak boleh ditangkap dalam kondisi bertelur dan ukuran lebar karapas minimal adalah 10 cm.

Sebab, adanya hasil tangkapan rajungan dalam kondisi bertelur dan ukuran kecil, akan mengakibatkan keberlanjutan sumberdaya rajungan semakin terancam.

Selain dengan penegakan peraturan, dan kesadaran masyarakat untuk mengonsumsi rajungan sesuai ukuran standarnya, harus ada alternatif pilihan bagi pecinta seafood.

Kepiting merah (Thalamita spinimana)

Khususnya bagi yang menggemari rajungan, untuk coba beralih ke kepiting merah. Hal ini dimaksudkan, agar permintaan rajungan hanya yang berukuran sesuai ukuran tangkapnya.

Juga alternatif bagi nelayan sebagai ‘kompensasi’ rajungan yang bertelur dan berukuran tidak sesuai standar, mereka lepaskan kembali ke alam, untuk diberi kesempatan hingga diperbolehkan ditangkap.

Mengapa kepiting merah potensial dijadikan alternatif substitusi konsumsi rajungan dalam skala lokal?. Selain masih kerabat dari rajungan, kepiting merah ini memiliki potensi nilai gizi yang hampir sama dengan rajungan.

Kepiting merah belum banyak termanfaatkan, karena merupakan komoditas hasil tangkapan sampingan (by catch). Padahal, secara rasa, daging kepiting merah sangat mirip dengan rasa daging rajungan.

Komposisi gizi kepiting merah, merupakan bahan pangan yang penting. Karena mengandung nutrisi. Baik itu makronutrien (protein dan lemak) serta mikronutrien (vitamin dan mineral).

Baca juga:  Antara Kesadaran Membayar Pajak dan Kemudahan Aturan untuk Pelaku UMKM

Komposisi gizi dapat dilihat dari kadar abu (menunjukkan kandungan mineral yang terdapat pada bahan pangan). Kadar air (komponen terbesar penyusun tubuh makhluk hidup), kadar lemak, kadar protein, asam amino, asam lemak, dan kandungan logam berat.

Hasil penelitian kami yang dipresentasikan pada “The 5th International Conference on Fisheries and Marine Science 2022” yang diselenggarakan oleh Universitas Airlangga Surabaya, menunjukkan nilai rata-rata kadar abu kepiting merah adalah 2,14 persen. Kadar air 81,13 persen, kadar lemak 0,59 persen, kadar protein 15,48 persen, karbohidrat sebesar 0,67 persen, dan serat sebesar 0,53 persen.

Kandungan asam amino esensial kepiting merah terdiri dari histidin, arginin, threoin, valin, isoleusin, leusin, fenil alanin, lisin. Asam amino merupakan komponen penyusun protein yang dibutuhkan oleh tubuh.

Arginin merupakan kandungan asam amino esensial yang paling tinggi pada kepiting merah yaitu 9.908,43 mg/kg, dan asam amino esensial yang paling rendah adalah histidin yaitu 4.110,42 mg/kg.

Selain mengandung asam amino esensial, kepiting merah juga memiliki asam amino non esensial, yaitu asam aspartat, asam glutamat, serin, glisin, alanin, prolin, dan tirosin.

Asam glutamat merupakan kandungan asam amino non esensial yang paling tinggi pada kepiting merah yaitu 16.043,76 mg/kg dan asam amino non esensial yang paling rendah adalah prolin yaitu 3.937,48 mg/kg.

Profil asam amino protein kepiting merah memainkan peran penting dalam berbagai kegiatan biologis, fisiologis dan menjaga kesehatan manusia. Asam amino seperti asam aspartat, glisin, dan asam glutamat meningkatkan penyembuhan luka (Chyun dan Griminger 1987). Asam glutamat, glisin, dan asam aspartat bertanggung jawab atas munculnya citarasa pada ikan laut (Ryu et al. 2021).

Tirosin merupakan asam amino yang memiliki peranan dalam perlindungan diri, penyembuhan luka, maupun pengerasan kulit. Hidroksilasi dari tirosin menyebabkan pembentukan dihydroxylphenylalanine (DOPA) (Kim et al. 2000). Asam lemak marupakan komponen penyusun lemak. Asam lemak dapat dibedakan menjadi asam lemak jenuh dan asam lemak tidak jenuh.

Baca juga:  Pers, Pulsa dan Persepsi

Hasil penelitian menunjukkan asam lemak tertinggi yang ditemukan pada kepiting merah adalah asam lemak tak jenuh dengan nilai 0,38 persen jika dibandingkan dengan asam lemak jenuh dengan nilai 0,20 persen. Kandungan Polyunsaturated Fatty Acid (PUFA) memiliki nilai 0,25 persen.

Hal ini menunjukkan Kepiting Merah mengandung lemak tidak jenuh yang baik. Penelitian Balzano et al. (2017) yang menyatakan kepiting adalah sumber makanan yang kaya asam lemak tak jenuh ganda omega-3 (n-3 PUFA), dengan kandungan asam eicosapentaenoic sekitar 2 kali lipat lebih tinggi (131,6 ± 31,6 mg/100 g bagian yang dapat dimakan) daripada udang karamote dan udang mantis.

Selain kandungan gizi, keamanan pangan dari sisi kandungan logam berat perlu diperhatikan. Sebenarnya, kandungan logam berat diperlukan untuk berbagai proses biologis, tetapi menjadi berbahaya ketika berada pada konsentrasi yang berlebihan.

Secara khusus, logam berat menginduksi stres oksidatif dengan menghasilkan radikal bebas dan mengurangi kadar antioksidan. Logam berat juga mengubah confirmation of protein dan DNA dan menghambat fungsinya (Kim et al. 2019).

Kandungan logam berat yang kami teliti adalah merkuri, timbal, dan timah. Dari ketiga logam berat yang dianalisis pada daging kepiting merah hanya terdeteksi logam berat merkuri dengan konsentrasi 0,06 mg/kg, timbal dan timah tidak terdeteksi pada daging kepiting merah.

Walaupun ditemukan logam berat merkuri, namun, kandungan logam berat merkuri yang terdapat pada daging kepiting merah, masih berada di bawah ambang batas yang diijinkan untuk bahan pangan, sehingga aman untuk dikonsumsi.

Hasil penelitian kami terkait kepiting merah menunjukkan adanya potensi dari kepiting merah sebagai pangan seafood yang sehat dan bergizi. Aman dari kandungan logam berat.

Sehingga tidak berlebihan kiranya kepiting merah yang merupakan kerabat dari rajungan ini, menjadi substitusi alternatif dari konsumsi rajungan lokal di Kota Tanjungpinang. Karena belum banyak termanfaatkan dan mempunyai kandungan gizi yang baik serta aman dari logam berat.***

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini