Beranda Opini

Fenomena El Nino dan La Nina, serta Dampaknya Bagi Kesehatan

0
Dr Indra Martias, SKM, MPH

Oleh
Dr. Indra Martias, SKM, MPH
Dosen Poltekkes Kemenkes Tanjungpinang

El NINO dan La Nina adalah cuaca ekstrem yang dapat mempengaruhi iklim dunia. El Nino terjadi ketika suhu permukaan laut menjadi lebih hangat, sedangkan La Nina terjadi ketika suhu permukaan laut menjadi lebih dingin.

El Nino adalah fenomena ketika suhu permukaan laut (Sea Surface Temperature /SST), di Samudera Pasifik meningkat di atas normal, menyebabkan awan lebih banyak di bagian tengah Samudera Pasifik sehingga hujan lebih sedikit di sebagian besar wilayah Indonesia.

Sebaliknya, La Nina terjadi ketika suhu permukaan laut di Samudera Pasifik menurun di bawah normal sehingga curah hujan menjadi lebih banyak di wilayah Indonesia.

Beberapa faktor yang mempengaruhi El Nino adalah pemanasan awan dan perubahan arus. La Nina terjadi ketika suhu permukaan laut (SST) di Samudera Pasifik tengah dan timur menurun di bawah normalnya.

Sedangkan faktor yang mempengaruhi La Nina adalah penurunan suhu permukaan laut (SST) dan perubahan arus. Dalam konferensi pers virtual, Kepala BMKG Dwikorita Karnawati menyatakan, bahwa el Nino diperkirakan akan segera menuju netral pada bulan Mei, Juni, dan Juli 2020.

La Nina diperkirakan akan muncul pada Juli 2024 dan akan melemah setelah triwulan ketiga, yang akan berlangsung dari Juli hingga September mendatang. Sebagian besar ramalan mengatakan hal yang sama.

“Namun peluang klimatologisnya (La Nina) mencapai musim panas boreal 2024 (Juni-September), La Nina menjadi kategori yang paling mungkin terjadi pada Juli-September 2024 dan seterusnya,” kata Institute for Climate and Society (IRI).

Berdasarkan buletin klimatologi Provinsi Kepulauan Riau yang dikeluarkan oleh BMKG Tanjungpinang, diperkirakan curah hujan pada bulan April dan Mei tahun 2024 dalam kategori normal hingga atas normal.

Baca juga:  Momentum Hari Peternakan dan Kesehatan Hewan Nasional

Hasil analisis indeks ENSO pada pemutakhiran Dasarian I Februari 2024 sebesar +1,9 menunjukkan kondisi El Nino Moderat. Diperkirakan El Nino Moderat secara gradual akan beralih menjadi Netral pada April – Mei – Juni 2024.

Seiring dengan peningkatan kemungkinan bencana alam seperti banjir dan tanah longsor, dampak La Nina terhadap kesehatan meningkat. Diare, demam tipus, kolera, disentri, leptospirosis, dan hepatitis A adalah beberapa penyakit menular yang terbawa air yang harus diwaspadai, terutama di daerah yang rentan terhadap banjir.

El Nino dapat berdampak besar pada kesehatan manusia karena dapat mengubah kondisi iklim dan dinamika ekologi. Hal ini menyebabkan antara lain: Peningkatan Suhu dan Penyakit yang Ditularkan oleh Nyamuk.

El Nino dikaitkan dengan perubahan suhu dan pola curah hujan, yang menciptakan lingkungan yang baik untuk perkembangbiakan nyamuk, yang menyebabkan lebih banyak penyakit seperti malaria, demam berdarah, dan virus Zika. Nyamuk berkembang biak di lingkungan yang lebih hangat dan basah.

Lalu, banjir dan penyakit yang ditularkan melalui air. Selama peristiwa El Nino, curah hujan dan banjir yang besar dapat mencemari sumber air, menyebabkan penyebaran penyakit seperti kolera, tifus, dan hepatitis A.

Keadaan sanitasi dan kebersihan yang buruk meningkatkan risiko ini. Masalah lainnya adalah soal gizi. Malnutrisi dan kelangkaan pangan dapat terjadi, karena kekeringan yang disebabkan oleh El Niño dan gangguan siklus pertanian. Nutrisi yang buruk menyebabkan populasi rentan terhadap infeksi.

Di samping itu, permasalahan kesehatan mental di masyarakat juga terdampak. Cuaca buruk dan bencana yang terkait dapat memaksa orang meninggalkan rumah mereka, menyebabkan pemindahan, kehilangan mata pencaharian, dan stres yang lebih tinggi.

Gagal panen, penurunan produktivitas pertanian, dan gangguan ekonomi dapat menyebabkan tekanan finansial dan ketidakpastian tentang masa depan, yang mempengaruhi kesejahteraan mental.

Baca juga:  Saatnya Pemerintah Manfaatkan Aplikasi

La nina mengakibatkan peningkatan curah hujan dan berpotensi menyebabkan banjir. Banjir tidak hanya menyebabkan kerusakan materi dan korban jiwa, tetapi juga mengganggu sistem kesehatan.

Hal ini dapat merugikan orang dengan kondisi medis tertentu karena mereka membutuhkan perawatan dan pengobatan terus-menerus, seperti ibu hamil dan pasien dengan penyakit kronis.

La nina juga menyebabkan fenomena cuaca ekstrem meningkatkan kontak langsung antara kelompok rentan seperti anak-anak, pekerja lapangan, orang lanjut usia (lansia), dan difabel dengan sumber bahaya. Mereka menjadi lebih rentan karena sering berada di dekat bahaya fisik tetapi gagal beradaptasi atau melindungi diri dari ancaman tersebut.

Populasi vektor penyakit seperti nyamuk terus meningkat sebagai akibat cuaca ekstrim seperti La Nina. Indonesia sebagai negara tropis semakin terbebani dengan semakin banyak penyebab dan jenis penyakit yang sensitif terhadap cuaca.

La Nina dapat menyebabkan epidemi diare. Diare dapat disebabkan oleh banyak hal, termasuk virus, bakteri, dan protozoa. Selama La Nina, curah hujan yang tinggi memungkinkan manusia terpapar patogen, terutama yang menyebar melalui air.

Cuaca yang tidak menentu akan meningkatkan kecelakaan di jalan raya. Curah hujan yang sangat tinggi dapat mengganggu jarak pandang, membuat jalan lebih licin, dan mengurangi konsentrasi pengendara atau pengguna jalan.

Provinsi Kepulauan Riau yang sebagian besar wilayahnya merupakan lautan sangat berdampak akan terjadinya cuaca ekstrim seperti El nino dan La nina. Penelitian yang dilakukan Anggara dan kawan-kawan di perairan Pulau Bintan menemukan kenaikan suhu air laut telah menyebabkan terjadinya coral bleaching (pemutihan karang) di perairan Banyan Tree Pulau Bintan.

Rusaknya terumbu karang akan membuat ekosistem laut menjadi tidak seimbang serta flora dan fauna laut akan mati, hal ini berdampak pada penurunan sumber pangan manusia yang berasal dari hasil laut.

Baca juga:  Menuju Pilkada 2024, Calon Pasang Muka, Pengusaha Pasang Kaki, ASN Pasang Badan

Salah satu gagasan adaptasi terhadap perubahan iklim adalah pendekatan penghidupan yang berkelanjutan (Sustainable Livehood/SLA). Pendekatan ini dipilih karena memungkinkan pemenuhan kebutuhan sosial, ekonomi, dan ekologi secara adil dan seimbang.

Pendekatan penghidupan yang berkelanjutan dapat mengurangi risiko ketahanan pangan dan malnutrisi dengan melihat pemenuhan kebutuhan sosial, ekonomi, dan ekologi.

Hubungan antara ketahanan pangan dan status gizi balita sangat erat. Jika keluarga mengalami kekurangan makanan, hal itu akan berdampak pada status gizi dan derajat kesehatan keluarga tersebut.

Untuk mengatasi perubahan iklim, kebijakan penghidupan berkelanjutan (Sustainable Livehood) digunakan dengan mempertimbangkan modal sosial, modal alam, modal manusia, dan modal finansial. ***

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini