Beranda Opini

Tong Kosong Nyaring Bunyinya, Lawan Kotak Kosong Kering Timsesnya

0

Oleh
Buana Februari
Pemerhati Politik

MALAM tadi, tak henti-hentinya bunyi notifikasi group Facebook dan WhatsApp, dari Vivo X50Pro punya saya menggema.

Ada bahasan baru yang bergulir di group. Tak jauh juga. Ya, membahas soal Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) serentak, yang sebentar lagi dilangsungkan.

Sesuai jadwal KPU, tanggal 9 Desember nanti pencoblosannya. Kecuali Tanjungpinang, kabupaten/kota yang lain termasuk Provinsi Kepri pun, akan memilih pemimpin baru di daerahnya masing-masing.

Dalam group Facebook Info Tanjungpinang yang saya ikuti, ada bahasan baru yang di-trending-kan. Yakni, tentang berita dari media online hariankepri.com atau yang biasa disebut Haka.

Media yang satu ni, memang jadi acuan dan sumber informasi perkembangan daerah, bagi yang bermastautin di Kepri, dan sekitarnya.

Bahkan, kawan saya yang sedang mengejar program Master di Queensland, Australia, juga menjadi pembaca setianya.

Topik yang paling menonjol dari Haka adalah, penelusuran dan fakta politik. Sering di media lain belum pada ngeh, tapi Haka sudah tahu duluan. Boleh tahan lah.

Jadi, hal yang diberitakan di Haka terkait Pilkada Bintan. Inti berita tersebut adalah, membahas munculnya lawan tanding pasangan Apri-Roby.

Pasangan calon lawan Apri-Roby ini, ternyata bukan pasangan biasa. Dia adalah Alias Wello yang akrab dipanggil Awe.

Bupati Lingga yang masih aktif ini, disebut bakal berpasangan dengan Dalmasri Syam sang Wakil Bupati Bintan yang wajahnya nyaris tak nampak di setiap baliho Pemkab Bintan.

Terus, kenapa netizen pada heboh dengan munculnya pasangan Awe-Dalmasri?. Rupanya, karena awalnya, ada isu pasangan Apri-Roby hanya akan melawan kotak kosong.

Sehingga, dengan tersiarnya kabar bakal ada pasangan penantangnya, masyarakat Bintan menjadi pro dan kontra. Yang suka, tentu mereka yang tak mendukung Apri-Robby.

Baca juga:  Alias Wello Di Antara Lingga dan Bintan

Sebaliknya yang mem-bully Awe-Dalmasri, jelas adalah para pendukung Apri-Roby. Langkah Apri yang memilih berpasangan dengan Robby benar-benar strategi safety player. Karena yang dia gandeng adalah anak dari rival politiknya, Ansar Ahmad,

Jadi tak perlu berdarah-darah, bahkan tak sampai berkeringat, dia akan kembali menjadi Bupati Bintan.

Sebagai warga Tanjungpinang, saya merasa tak begitu pening, sebab yang nak saya pilih hanya pasangan Gubernur/Wakil Gubernur Kepri.

Wali Kota Tanjungpinang Insya Allah hanya Hj Rahma, sendiri sampai 2023. Tapi yang jadi pembahasan di group soal Pilkada Bintan itu memang menarik.

Seandainya benarlah Apri-Robby hanya akan melawan kotak kosong, maka dalam kajian saya, yang pernah menimba ilmu di Lembaga Ketahanan Nasional (Lemhannas), ini justru meredupkan semangat pesta demokrasi, dari sebuah pilkada.

Karena bisa dibayangkan, dengan hanya satu pasang calon, maka calon tersebut tidak perlu menguras energi dan sumber dayanya.

Secara teori, di atas kertas sudah pasti jadi pemenang. Terkecuali, ada “sesuatu” di masyarakat yang tak ingin dipimpin pasangan tersebut, maka yang dipilih mereka adalah kotak kosong. Dan hal ini pernah terjadi di Makasar, pada tahun 2018.

Saya tak ingin membahas soal aturan hukum atas Pilkada melawan kotak kosong. Tapi, yang ingin saya kupas adalah kondisi para pengusung, pendukung, dan Tim Sukses calon yang melawan kotak kosong.

Para pengusung, dalam hal ini parpol yang menjadi perahu pasangan calon akan bernilai rendah. Karena, sesuai rumus ekonomi, apabila persediaan banyak maka harga jual menjadi rendah.

Begitu juga pendukung. Kalau pasangan calon yang maju, awalnya mau berlawanan, namun kemudian ternyata malah berpasangan, otomatis kedua pendukung akan berdamai dan saling mendukung. Hal ini sering kali jadi beban moral masing-masing.

Baca juga:  Keadilan Pembangunan

Lantas, kalau untuk Tim Sukses atau disingkat Timses ini yang lebih unik. Dengan bergabungnya rival politik dalam satu perahu, maka dapat dipastikan sudah tak perlu lagi ada resistensi diantara mereka.

Adu program juga sudah tak laku. Penguasaan teritorial kewilayahan juga sudah tak penting. Berlomba mengait simpul massa, dan gerakan propaganda juga buat apa.

Hal-hal ini secara langsung sangat berpengaruh terhadap kondisi timses. Bila dalam sebuah pilkada peran timses sebagai motor penggerak dan penentu kemenangan, untuk pilkada yang melawan kotak kosong hal tersebut tidak berlaku.

Oleh sebab itu, bila para timses ingin merasakan riuhnya pesta demokrasi di Pilkada serentak 9 Desember, maka berusaha dan berdoalah, calon pasangan dukungan kita tidak melawan kotak kosong.

Semakin besar tantangan untuk menang maka semakin besar garapan, semakin tinggi nilai pergerakan Timses dan tentu semakin sukses. Jangan sampai Lawan Kotak kosong Timses Kodong…
Ntahlah. (***)

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini