Beranda Headline

Antara TPP dan Dilema Profesi Dokter Hewan Menjadi Jafung Medik Veteriner

0
drh. Iwan Berri Prima

Oleh: drh. Iwan Berri Prima
Medik Veteriner Muda
Kabupaten Bintan

Akhir-akhir ini di berbagai pemerintah daerah (Pemda) sedang membahas persoalan Tambahan Penghasilan Pegawai atau disingkat dengan TPP.

Penyebabnya, berdasarkan ketentuan Pasal 58 ayat (4) Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2019 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah, bahwa Menteri berwenang memberikan persetujuan terhadap tambahan penghasilan pegawai Aparatur Sipil Negara di Lingkungan Pemerintah Daerah.

Kemudian, sebagai kementerian yang berwenang dan instansi pembina bagi Pemda, Kementerian Dalam Negeri telah menetapkan Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 900-4700 Tahun 2020 tentang Tata Cara Persetujuan Menteri Dalam Negeri Terhadap Tambahan Penghasilan Pegawai Aparatur Sipil Negara di Lingkungan Pemerintah Daerah.

Mengacu pada aturan itu, Saat ini, TPP dibayarkan setidaknya berdasarkan 6 kriteria, yakni:

1. Beban kerja (BK)
2. Prestasi kerja (PK)
3. Tempat bertugas (TB)
4. Kelangkaan profesi (KP)
5. Kondisi kerja (KK)
6. Pertimbangan objektif lainnya (POL)

Berdasarkan hal ini, maka diharapkan TPP ASN Pemda benar-benar diberikan secara tepat sasaran, terukur dan dapat dipertanggungjawabkan. Dengan kata lain, ASN yang “bekerja” akan mendapatkan TPP sebagaimana dengan pekerjaannya dan ASN dituntut untuk menjalankan tugas dan fungsinya.

Sementara itu, untuk meneguhkan pembayaran TPP sebagaimana kriteria yang telah ditetapkan, banyak jabatan fungsional yang mencoba untuk mengusulkan penambahan TPP.

Termasuk jabatan fungsional Medik Veteriner. Terbukti, OPD Dinas Ketahanan Pangan dan Pertanian Kabupaten Bintan Provinsi Kepri, tempat Saya mengabdi, juga telah mengajukan usulan melalui surat Kepala Dinas bahwa pejabat fungsional medik veteriner setidaknya patut mendapatkan TPP dari kriteria Kondisi Kerja (KK) atau paling tidak kriteria Kelangkaan Profesi (KP). Hal ini sebagaimana jabatan fungsional dokter dan dokter gigi yang sudah masuk kriteria tersebut.

Baca juga:  MAKI Apresiasi Kajati Gerry yang Memproses Korupsi di DPRD Natuna

Namun demikian, berkenaan dengan Jabatan Fungsional Medik Veteriner yang telah diusulkan, ada pertanyaaan yang Saya sendiri sangat sulit menjawabnya. Pertanyaan ini muncul ketika ditanya oleh tim penilai dari Kabupaten.

Pertama, jika kriteria kelangkaan profesi yang diusulkan, maka apakah Medik Veteriner itu termasuk sebuah profesi? Jika Medik Veteriner adalah sebuah profesi, lantas apa nama organisasi profesi medik veteriner? Karena ciri sebuah profesi adalah memiliki organisasi profesi.

Kedua, jika kriteria kondisi kerja yang diajukan, maka kondisi kerja yang dapat diterima adalah dalam pekerjaannya memiliki resiko bahaya, seperti bahaya cemaran bahan kimia, biologik dan fisika (radiasi). Pertanyaannya, apakah medik veteriner termasuk kedalamnya?

Logikanya, jika Medik Veteriner bukan sebuah profesi, maka rasanya cukup sulit untuk mengajukan TPP (melalui kriteria kondisi kerja). Salahsatu contoh jabatan fungsional yang telah mendapatkan TPP berdasarkan kriteria Kondisi Kerja adalah jabatan fungsional dokter dan dokter gigi. Lagi-lagi, TPP kriteria ini mengakomodir jabatan yang lebih spesifik sebagai sebuah profesi.

Oleh sebab itu, sudah saatnya saat ini Pemerintah, melalui Koordinator Substansi KSKH, Direktorat Kesehatan Hewan, Ditjen Peternakan dan Kesehatan Hewan Kementan untuk mengevaluasi kembali, sebenarnya, Medik Veteriner itu sejatinya jabatan fungsional apa? Mengapa justru cukup membingungkan bagi profesi dokter hewan.

Apalagi, dipenjelasan umum (halaman depan) PermenPANRB Nomor 52 tahun 2012 bahwa Medik Veteriner adalah “Pegawai Negeri Sipil” yang diberi tugas tanggung jawab, wewenang dan hak secara penuh oleh pejabat yang berwenang untuk melakukan kegiatan pengendalian hama dan penyakit hewan, pengamanan produk hewan, dan pengembangan kesehatan hewan.

Artinya, Tidak ada penjelasan secara jelas bahwa Medik veteriner merujuk pada sebuah profesi. Sehingga wajar, ketika penyetaraan jabatan beberapa waktu yang lalu, banyak kepala seksi kesehatan hewan (tidak berlatar belakang pendidikan dokter hewan), disetarakan kedalam jabatan fungsional Medik veteriner. Bahkan, pihak KemenPAN RB dan Kemendagri pun telah menyetujui penyetaraan itu.

Baca juga:  Suami ke Malaysia, Istri Diperkosa Tetangga Hingga Dirawat di RS Bintan

Dengan demikian, sekali lagi, mari kita dorong pemerintah (Ditjen PKH) untuk segera melakukan akselerasi (percepatan) pengusulan pergantian nama jabatan fungsional Medik Veteriner menjadi jabatan fungsional Dokter Hewan.

Terlebih, dengan jabatan fungsional yang jelas merujuk pada sebuah profesi, maka sudah jelas, dokter hewan adalah sebuah profesi, layak mendapatkan TPP dengan kriteria kelangkaan profesi dan juga layak mendapatkan TPP kriteria kondisi kerja. Layaknya profesi dokter dan dokter gigi. Termasuk pada saat penyetaraan, jika berbunyi Jabatan Fungsional Dokter Hewan, yang bukan dokter hewan juga pasti tidak akan bisa disetarakan.

Selain itu, bukankah medik veteriner juga bukan bahasa Indonesia? Buktinya, Di KBBI edisi V, Medik Veteriner tidak memiliki arti. Kata itu akan muncul jika ditulis secara terpisah. Medik artinya juru rawat dan Veteriner artinya mengenai penyakit hewan.

Selanjutnya, jika kedua kata digabungkan, maka secara awam akan memiliki arti: juru rawat mengenai penyakit hewan. Sebuah arti yang tentu saja jauh dengan makna dokter hewan.

Mari kita cinta bahasa Indonesia. Kita bangga dengan Indonesia.

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini