PERTARUNGAN Ansar dan Rudi diprediksi bakal menjadi pertarungan “keras”. Sebab, keduanya sama-sama mempertahankan legacy politiknya. Memang kekuasaan itu bagaikan candu. Membuat ketagihan dan apalagi kalau menguntungkan.
Studi dalam bidang psikologi menyatakan, kekuasaan itu bisa mempengaruhi fungsi otak, mirip seperti efek dari obat-obatan, dan membuatnya sangat sulit untuk dilepaskan.
Studi oleh Sheri L Johnson dari University of California, Berkeley mengatakan, kalau orang yang merasa berkuasa biasanya menunjukkan peningkatan mood yang positif, kepercayaan diri yang lebih tinggi, serta mengalami depresi dan kecemasan yang lebih rendah.
Professor of Psychology at Trinity College, Dublin and Founding Director of Trinity College Institute of Neuroscience, Ian Robertson menyatakan, kekuasaan bisa mempengaruhi otak dengan cara yang serupa dengan kokain. Seperti kokain, kekuasaan bisa meningkatkan tingkat dopamin-neurotransmitter yang berhubungan dengan kenikmatan.
Kembali ke pertarungan Ansar dan Rudi, Gong adu kuat keduanya sudah dimulai. Kegalauan pun mulai naik ke permukaan. Tidak hanya di level tim sukses (timses), relawan ataupun pendukung, kondisi ini sudah menular ke sejumlah pejabat Pemprov Kepri.
Fenomena kegalauan pejabat bukan hal yang aneh. Ini biasa terjadi, di setiap pesta pemilihan kepala daerah (pilkada). Ada yang masih loyal dengan petahana, ada yang pindah haluan diam-diam, bahkan tidak sedikit yang main dua kaki.
Kendati demikian, banyak juga pegawai atau pun pejabat Pemprov Kepri yang tetap teguh dan patuh terhadap aturan kepegawaian. Yakni, profesional, dan tetap mengabdi siapapun nanti yang menang.
Jika melihat ke belakang saat pertarungan Alm HM Sani dengan Soerya Repationo pada pemilihan gubernur (pilgub) tahun 2015 lalu, fenomena terbelahnya pejabat pemprov Kepri sangat terlihat.
Saat itu HM Sani dan Soerya, Gubernur dan Wakil Gubernur Kepri yang kental dengan tagline Duo HMS, memilih bercerai dan bertarung pada Pemilihan Gubernur Kepri.
Sebagian dari pejabat pemprov Kepri kala itu pindah haluan ke Romo, sapaan akrab Soerya Respationo. Namun, ketika pertarungan dimenangkan oleh Alm HM Sani yang berpasangan dengan Nurdin Basirun, para pejabat yang mendukung Romo pun kembali lagi ke Alm HM Sani. Itulah politik. Setiap orang berhak atas pilihan sendiri, dan tak bisa dibatasi, juga disalahkan.
Kini, dalam perjalanan Pilgub Kepri 2024, gelisah dan galau berat menyelimuti suasana hati para pejabat di Pemprov Kepri, ketika Ansar Ahmad akan meletakkan jabatannya, karena menjalani cuti sebagai calon kepala daerah.
Kenapa galau, karena Pjs Gubernur Kepri yang akan menakhodai pemprov dalam 60 hari ke depan, terhitung sejak Ansar cuti, adalah, Wakil Gubernur Kepri Marlin Agustina.
Siapa tidak kenal Marlin di lingkungan Pemprov Kepri. Istri Wali Kota Batam ini, bisa dihitung dengan jari tingkat kehadirannya di Kantor Gubernur Kepri, Dompak, Tanjungpinang.
Yang menjadi soal bukanlah keraguan atas kehadiran Marlin di Kantor Dompak, sebagai Pejabat Sementara Gubernur Kepri. Akan tetapi, siapa di belakang Marlin, makin menambah rasa galau dan was-was pejabat.
Mau dukung Ansar dipantau Marlin, alih dukungan ke Rudi, juga terpantau oleh Ansar. Sehingga, langkah aman yang bakal diambil oleh pejabat adalah, tampil natural di depan layar saat Pilgub Kepri berlangsung hingga akhir November nanti.
Namun siapapun yang menang di Pilgub Kepri tahun 2024 ini, fenomena pejabat galau yang tidak profesional, harus menjadi pertimbangan dalam mengisi pos jabatan, yang seharusnya menjalankan visi dan misi kepala daerah, tidak sekedar jadi pejabat kutu loncat.(arp)