Beranda Headline

Soal Pengisian Wakil Rahma, Presiden KLC Indonesia Ikut Angkat Bicara

0
Presiden Kepri Lawyers (KLC) Indonesia, Dr Parningotan Malau, ST, SH, MH-f/istimewa-koleksi pribadi

TANJUNGPINANG (HAKA) – Seperti diketahui bersama, telah lima bulan Wali Kota Tanjungpinang bekerja tanpa didampingi wakil, sejak Wako Rahma, diangkat sebagai Wali Kota definitif pada tanggal 21 September 2020 untuk sisa masa jabatan 2018-2023.

Semenjak ditinggal Almarhum Syahrul. Rahma mengayuh sendiri jalannya pemerintahan Kota Tanjungpinang, yang tentu saja meneruskan visi misi walikota sebelumnya.

Belakangan, isu terkait kekosongan kursi wakil wali kota ini terus bergulir, menjadi konsumsi publik yang hangat diperbincangkan berbagai elemen masyarakat. Terutama, dalam kancah perpolitikan di lembaga legislatif Tanjungpinang.

Hal ini ikut membuat, Dr Parningotan Malau, ST, SH, MH selaku Presiden Kepri Lawyers Club (KLC) Indonesia angkat bicara.

Menurutnya, pengisian kursi wawako, adalah sesuatu yang wajar diperbincangkan. Apalagi, dengan merujuk ketentuan Pasal 171 ayat (5) dan Pasal 176 ayat (4) Perpu Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota jo. PP 102 Tahun 2014 tentang Tata Cara Pengusulan dan Pengangkatan Wakil Gubernur, Wakil Bupati, dan Wakil Walikota jo. SE Menteri dalam Negeri Nomor 121/6636/SJ, serta Pasal 23 huruf d PP 12 Tahun 2018 tentang Pedoman Penyusunan Tata Tertib DPRD Daerah provinsi, Kabupaten, dan Kota.

DPRD provinsi dan kabupaten/kota mempunyai tugas dan wewenang, yang menyebutkan bahwa, DPRD Provinsi dan Kabupaten/Kota mempunyai tugas dan wewenang, memilih Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah dalam hal terjadi kekosongan jabatan untuk meneruskan sisa masa jabatan lebih dari 18 (delapan belas) bulan.

Malau mengatakan, tidak bisa dipungkiri, terkadang ratio legis yang menjadi roh peraturan perundang-undangan, tidak mampu terumuskan dengan baik.

Akibatnya, pemberlakuan regulasi lebih kental kepada pemberlakuan yuridis daripada pemberlakukan berbasis filosofis.

Ia menyampaikan, sisa masa jabatan Wali Kota Tanjungpinang, tinggal tersisa 2 tahun lagi, yaitu pada tahun 2023. Selanjutnya elit-elit partai politik akan disibukkan dengan, persiapan menghadapi pilkada serentak yang akan digelar November 2024, (jika Draft UU Pemilu jadi dilanjutkan, maka pilkada serentak tetap menjadi tahun 2022 dan 2023).

Baca juga:  Positif Covid di Tanjungpinang Bertambah 16 Orang, Total Sudah 467 Kasus

“Sudah dapat diprediksi dengan sisa waktu yang singkat, dan jika wali kota dan wakilnya tidak sejalan dalam menjalankan roda pemerintahan, maka sudah pasti kepentingan masyarakat akan dikorbankan,” tegas Dosen Pasca-Sarjana Fakultas Hukum Universitas Riau Kepulauan ini kepada hariankepri.com, Kamis (4/2/2021).

Menurut Malau, hal ini akan membuat pembangunan Kota Tanjungpinang akan terganggu, dan program untuk menyejahterakan rakyat berpotensi terabaikan oleh hiruk-pikuk untuk kepentingan politik.

“Perilaku seperti ini sudah banyak terjadi di beberapa daerah di Indonesia. Antara kepala daerah tidak sejalan dengan wakilnya, akhirnya masing-masing berjalan sendiri. Wakil kepala daerah bisa merasa punya tugas, wewenang dan fungsi yang sama dengan kepala daerah,” paparnya.

Ia mengatakan, peran masyarakat sangat penting untuk memantau proses politik di DPRD dalam memilih sosok pendamping wali kota Tanjungpinang. Kentalnya nuansa dan kepentingan politik (pragmatis) bisa memunculkan sosok wakil walikota yang tidak sejalan dengan wali kota.

“Dan bahkan dapat menimbulkan kegaduhan politik di tengah pelaksanaan pembangunan. Masyarakat Tanjungpinang harus peka, jangan sampai deal-deal politik untuk meloloskan seseorang yang tidak tepat mengancam pembangunan Tanjungpinang,” ungkapnya.

Lebih jauh ia menambahkan, persoalan ini perlu mendapat perhatian serius. Pasalnya, saat ini pemerintah dan hampir semua kepala daerah di Indonesia, sedang berjibaku melawan penyebaran Covid-19, dan berupaya agar seluruh masyarakat mendapatkan vaksin.

“Termasuk terus melakukan sosialisasi terhadap kekhawatiran untuk divaksin,” imbuhnya.

Malau menegaskan, sesungguhnya kekhawatiran di atas terlalu berlebihan dan akan terhindarkan, apabila wakil wali kota memahami betul dan menjalankan tugas-tugasnya sebagaimana Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2015 tentang Perubahan Kedua Undang-Undang 23 Tahun 2014.

Undang-undang ini tentang Pemerintahan Daerah. Dalam ketentuan Pasal 66 menyebutkan, menyebutkan:

Baca juga:  Kabut Asap Selimuti Tanjungpinang, BMKG: Jarak Pandang Tinggal 5 Kilometer

(1) Wakil kepala daerah mempunyai tugas:
a. membantu kepala daerah dalam:
1. Memimpin pelaksanaan Urusan
Pemerintahan yang menjadi kewenangan
Daerah.
2. Mengkoordinasikan kegiatan Perangkat
Daerah dan menindaklanjuti laporan dan/
atau temuan hasil pengawasan aparat
pengawasan;
3. Memantau dan mengevaluasi
penyelenggaraan Pemerintahan Daerah
yang dilaksanakan oleh Perangkat Daerah
provinsi bagi wakil gubernur; dan
4. Memantau dan mengevaluasi
penyelenggaraan pemerintahan yang
dilaksanakan oleh Perangkat Daerah
kabupaten/kota, kelurahan, dan/atau Desa
bagi wakil bupati/wali kota.

b.memberikan saran dan pertimbangan kepada kepala daerah dalam pelaksanaan Pemerintahan Daerah.

c. melaksanakan tugas dan wewenang kepala daerah apabila kepala daerah menjalani masa tahanan atau berhalangan sementara.

d. melaksanakan tugas lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;

(2) Selain melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud pada ayat satu wakil kepala daerah melaksanakan tugas dan kewajiban pemerintahan lainnya yang diberikan oleh kepala daerah yang ditetapkan dengan keputusan kepala daerah.

(3) Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), wakil kepala daerah menandatangani pakta integritas dan bertanggung jawab kepada kepala daerah.

(4) Wakil kepala daerah wajib melaksanakan tugas bersama kepala daerah hingga akhir masa jabatan. Hal yang menarik dan loncatan besar dalam UU 9 Tahun 2015 ini adalah menambahkan ayat (3) di atas, yaitu wakil kepala daerah menandatangani pakta integritas dan bertanggung jawab kepada kepala daerah.

“Pembuat undang-undang tampaknya sudah menyadari potensi hubungan yang kurang baik antara kepala daerah dan wakil kepala daerah dalam menjalankan pemerintahan,” tutup Malau. (fik)

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini