
JAKARTA (HAKA) – Kemendagri mengeluarkan Surat Edaran (SE) Nomor 900.1.1/227/SJ, yang memberikan kemudahan bagi pemerintah daerah (pemda) dalam mengatur anggaran gaji Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) atau ASN Paruh Waktu.
SE yang diterbitkan pada 16 Januari 2025 ini, memungkinkan pemda menggunakan Belanja Tidak Terduga (BTT) jika anggaran untuk PPPK Paruh Waktu belum tersedia, dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Tahun Anggaran 2025.
Dalam surat tersebut, Plt Sekretaris Jenderal (Sekjen) Kemendagri, Komjen Pol Tomsi Tohir menjelaskan, bahwa alokasi gaji PPPK Paruh Waktu diatur berdasarkan klasifikasi dan nomenklatur tertentu dalam APBD, seperti untuk tenaga guru, tenaga kesehatan, dan tenaga teknis.
“Apabila anggaran belanja pegawai PPPK Paruh Waktu belum tersedia atau belum tersedia dalam APBD Tahun Anggaran 2025, pemda bisa menggunakan Belanja Tidak Terduga,” jelas Komjen Tomsi dalam SE tersebut, yang dikutip pada Minggu (19/1/2025).
Komjen Tomsi juga menyatakan, jika BTT tidak mencukupi, daerah bisa menggunakan dana hasil penjadwalan ulang capaian program, dan kegiatan lainnya atau memanfaatkan kas yang tersedia.
“Dalam kondisi BTT tidak mencukupi, daerah juga dapat menggunakan dana hasil penjadwalan ulang capaian program dan kegiatan lainnya atau memanfaatkan kas yang tersedia,” sebutnya dalam SE itu.
Kebijakan ini mengikuti keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Menpan RB), Rini Widyantini, yang mengeluarkan Keputusan Menpan RB Nomor 16 Tahun 2025 pada 13 Januari 2025.
Kebijakan tersebut memberikan kesempatan bagi honorer yang tidak lulus seleksi CPNS dan PPPK 2024 untuk diangkat menjadi PPPK Paruh Waktu.
Pegawai PPPK atau ASN Paruh Waktu ini akan mendapatkan upah, paling sedikit sesuai dengan upah yang diterima, saat menjadi pegawai non-ASN atau sesuai upah minimum yang berlaku di wilayah masing-masing.
“Sumber pendanaan untuk upah dapat berasal selain dari belanja pegawai sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan,” jelas Menpan RB, Rini Widyantini dalam keputusan tersebut.(kar)