Beranda Opini

Haji Rumput Laut

1
Dr Muzahar bin H. Ahmad Zawawi

Oleh:
Dr. Muzahar bin H. Ahmad Zawawi
Dosen Budidaya Perikanan & Magister Ilmu Lingkungan UMRAH

(Bagian pertama dari dua tulisan)

SELAMA sepekan, Minggu (11/9/2022) hingga Sabtu, (17/9/2022), Saya berkesempatan melakukan eduwisata. Berguru dan refreshing, tentang budidaya rumput laut dan kultur jaringan rumput laut di Kabupaten Bantaeng dan Kabupaten Takalar, Sulawesi Selatan.

Lumayan jauh. Sekitar 4,5 jam perjalanan udara dari Tanjungpinang ke Jakarta, dilanjutkan dari Jakarta ke Makassar, ditambah 3 jam perjalanan darat baru tiba di Bantaeng.

Letih ? Tidak. Kok bisa? Ya. Karena Saya sudah berazam, untuk sungguh-sungguh mempelajari kembali dan mempraktikkan ilmu, dan teknologi budidaya rumput laut di Kepulauan Riau (Kepri). Dari tempat yang terbaik dengan produksi tertinggi: Kabupaten Bantaeng!

Saya berharap tulisan ini bisa bermanfaat, untuk masyarakat Kepri, yang akan menyongsong rencana Pak Gubernur Ansar Ahmad, untuk membangun industrialisasi rumput laut di Kepri.

Budidaya rumput laut, termasuk budidaya perikanan yang merupakan bidang keahlian Saya. Beberapa sahabat Saya juga sempat mempertanyakan.

Mengapa harus jauh-jauh ke sana, kalau hanya untuk mempelajari budidaya rumput laut? Kan sudah ada di Kecamatan Moro, Kabupaten Karimun. Ada juga di Kecamatan Singkep Pesisir, Kabupaten Lingga.

Jawaban Saya tegas dan jelas. Yaitu, belajar di tempat terbaik dan memproduksi rumput laut tertinggi. Yaitu Kabupaten Bantaeng, Sulawesi Selatan.

Tidak hanya itu, di sana juga Saya mempelajari penguasaan teknik kultur jaringan rumput laut, di kabupaten tetangganya Kabupaten Takalar.

Selama perjalanan eduwisata ini, Saya ditemani oleh Dr Lideman, periset ahli kultur jaringan rumput laut dari BRIN dan Sarifuddin Daeng Tari, pembudidaya rumput laut sukses, ketua kelompok pembudidaya di Bantaeng. Ucapan terima kasih dan salam takzim Saya kepada beliau berdua.

Haji Rumput Laut. Istilah ini muncul dari perbincangan santai dan hangat, antara Saya dengan para pembudidaya rumput laut di Bantaeng.

Para pembudidaya rumput laut ini dulu umumnya, hanya sebagai nelayan tradisional dengan peralatan sederhana dan secara ekonomi pas-pasan.

Namun, setelah mereka dilatih dan dibina untuk berbudidaya rumput laut, yang ternyata relatif mudah. Dan biayanya murah untuk dilakukan, maka mereka tertarik berbudidaya rumput laut.

Kini, setelah menekuni budidaya rumput laut, kondisi ekonomi mereka membaik dan tetap dapat melaut, atau bekerja lain di darat dengan tidak mengganggu budidaya rumput laut yang sedang berlangsung. Hal ini karena kegiatan budidaya rumput laut ‘tidak merepotkan’. Enjoy.

Baca juga:  Membaca Keberhasilan dan Arah Pembangunan Kepri di Tangan Ansar Ahmad

Nah, karena kondisi ekonomi yang membaik, sebagai hasil dari penjualan rumput laut inilah para pembudidaya bercerita bahwa ada di antara mereka yang bisa naik haji dari hasil menjual rumput laut hasil budidaya sendiri, dapat menikahkan anak, membangun rumah, menyekolahkan anak sampai sarjana semuanya dari hasil budidaya rumput laut.

Alhamdulillah. Lho, berapa banyak sih rumput laut yang dibudidayakan sehingga dapat melaksanakan hal-hal seperti itu?

Kegiatan budidaya Rumput Laut di Kabupaten Bantaeng

Panjang pantai Kabupaten Bantaeng hanya sekitar 21 km. Hampir semuanya dimanfaatkan untuk budidaya rumput laut.
Mulai dari 100 m dari bibir pantai sampai sekitar 4 km ke arah laut terhampar luas ‘kebun rumput laut’. Masya Allah.

Ada 3 jenis rumput laut yang banyak dibudidayakan di daerah ini yaitu (1) jenis Kappaphycus alvarezii umumnya berwarna coklat, (2) Kappaphycus striatus (nama lokalnya sakul) berwarna hijau (kedua jenis ini nama dagangnya di masyarakat lokal adalah cottonii) dan (3) Eucheuma spinosum yang berwarna coklat tua.

Ketiga jenis rumput laut ini tergolong dalam kelas Rhodophyceae (ganggang/alga merah). Kappaphycicus alvarezii ini menurut Parenrengi & Sulaeman (2007) berbeda dengan jenis Euchema spinosum karena perbedaan jenis karagenan yang dimilikinya.

Karagenan adalah suatu polisakarida, galaktan sulfat dan larut dalam air yang dihasilkan dari ekstraksi umumnya dari rumput laut merah seperti Eucheuma spinosum dan Kappaphycus alvarezii.

Berdasarkan kandungan sulfatnya, karagenan terdiri atas fraksi kapa, iota dan lamda (Diharmi et al., 2016). Karagenan berfungsi sebagai pengental, penstabil, pembuatan gel dan emulsifier sehingga banyak digunakan dalam bidang makanan.

Sebagai bahan tambahan makanan, contohnya dalam pembuatan es krim untuk mencegah pembentukan kristal es yang besar dalam produk es krim dan didapatkan tekstur yang lembut.

Metode budidaya rumput laut yang diterapkan oleh masyarakat nelayan di Bantaeng adalah longline, yaitu cara membudidayakan rumput laut di kolom perairan di dekat permukaannya, dengan menggunakan tali poly ethylene (PE) berdiameter tertentu dengan bingkai (frame) persegipanjang, yang salah satu sisinya digunakan untuk mengikatkan tali bentangan.

Bingkai persegi panjang (disebut juga tali utama), yang terbuat dari tali PE diameter 8-10 mm tersebut dibentuk dengan cara memasang jangkar dan pelampung, panjang tali bentangan berkisar antara 20-30 m dan jarak antar tali bentangan adalah 50-100 cm.

Baca juga:  Antara TPP dan Dilema Profesi Dokter Hewan Menjadi Jafung Medik Veteriner

Tali cincin digunakan untuk mengikat rumpun rumput laut, jarak antar tali cincin adalah 15-20 cm. Bobot bibit per cincin adalah 50 -100 gram. Jarak rumpun rumput laut ke permukaan air laut berkisar antara 20-50 cm.

Jangkar yang digunakan dibuat dari karung beras plastik 25 kg yang diisi pasir laut sekitar 20 kg yang diikat sedemikian rupa sebanyak 8 karung untuk satu jangkar utama.

Perbandingan antara kedalaman air laut dengan panjang tali jangkar yang diterapkan umumnya 1:3 – 1:4. Pemakaian karung beras plastik diisi pasir sebagai jangkar ini tergolong tahan karena dapat digunakan lebih dari 5 tahun. Murah dan efisien.

Panen Rumput Laut

Berapa lama masa pemeliharaan rumput laut sehingga layak dipanen? Waktunya relatif singkat yaitu hanya 45 hari. Apakah ada perlakuan tertentu seperti pemupukan, pengapuran selama masa pemeliharaan rumput laut ini ? Tidak ada karena dipelihara di perairan terbuka.

Pekerjaan penting yang harus dilakukan oleh para pembudidaya rumput laut setelah bibit ditebar adalah mengontrol bibit terhadap serangan hama seperti ikan beronang, lumut dan sampah di laut selama beberapa hari, setelah itu jadwal kontrol relatif longgar dapat dilakukan beberapa hari sekali sampai dengan waktu panen.

Teknis panen dilaksanakan sebagai berikut: tali bentangan yang rumput lautnya sudah berusia 45 hari dilepaskan dari tali utama (tali bingkai), kemudian ditumpukkan di dalam sampan/perahu bermotor untuk dibawa ke darat.

Rumput laut dilepaskan dari cincin-cincin secara manual, menggunakan tangan dilapisi sarung tangan atau kain dengan cara dipelorotkan. Satu tangan memegang tali bentangan, dan tangan satu lagi memelorotkan rumput laut di atas alas terpal. Rumput laut siap untuk dijemur di atas balai-balai bambu yang telah disiapkan.

Satu kilogram rumput laut kering diperoleh dari 7-8 kg rumput laut basah dengan lama penjemuran 2-3 hari di bawah cuaca cerah. Rumput laut kering siap dijual dan rupiah didapat. Alhamdulillah.

O, ya satu hal lagi, bagaimana mendapatkan bibit rumput laut supaya dapat terus menerus dapat dibudidayakan dan dipanen sepanjang tahun? Ada dua cara untuk mendapatkan bibit yaitu (1) seleksi bibit dari rumput laut yang sedang dibudidayakan dan (2) kultur jaringan. Untuk kedua cara ini akan dijelaskan dalam tulisan kedua Saya nanti, Insya Allah.

Baca juga:  Artificial Intelligence (AI), Kecerdasan Buatan dalam Membangun Bangsa dan Negara

Keuntungan Penjualan Rumput Laut Hasil Budidaya

Berapa ton hasil panen rumput laut dengan metode longline di Bantaeng?,
Terus, berapa uang hasil penjualannya? Penasaran kan?.

Jumlah panen dalam 1 siklus tebar (45 hari) adalah 2,5 ton dengan jumlah bibit yang ditebar 625 kg pada bentangan dalam luasan 100m x 25 m. Jumlah rumput laut yang dipanen dapat mencapai 4-6 kali lipat dari berat bibit yang ditebar.

Uang hasil penjualan rumput laut kering didapat sebesar Rp. 8,75-9,375 juta rupiah tergantung harga rumput laut kering. Hitungan ringkasnya sebagai berikut.
Seorang nelayan pembudidaya rumput laut memiliki lahan ‘sepetak laut’ seluas 100m x 25m = 2500m2 atau 0,25 ha., sehingga dapat dibuat:

(1) 100 bentangan tali dengan panjang masing-masing 25 m,
(2) 125 cincin pengikat bibit dalam satu bentangan tali sepanjang 25m (2500cm) dengan jarak masing-masing cincin 20cm,
(3) berat bibit per cincin 50gram maka bibit yang diperlukan 125 x 50 gram=6,25 kg pada setiap bentangan sehingga total bibit yang diperlukan 6,25kg x 100 bentangan= 625kg,
(4) Pada hari ke-25 dilakukan panen 625kg untuk induk siklus selanjutnya sedangkan rumput laut lain terus dipelihara sampai hari ke-45 dan kemudian dipanen,
(5) Jumlah panen = (625kg x 5) – 625kg induk siklus selanjutnya = 3.125kg – 625 kg= 2.500kg atau 2,5 ton berat basah,
(6) 2.500 kg berat basah : 8 = 312,5kg berat kering,
(7) 312,5kg x Rp28.000/kg berat kering = 8,75 juta atau 312,5kg x Rp.30.000/kg berat kering = Rp.9,375 juta.

Menarik kan?!! Cuan…
Apakah kita akan mengikuti teknis budidaya rumput laut di Bantaeng?. Hal ini ikut dipengaruhi oleh karakteristik perairan laut Kepri, yang perlu diteliti dan dipetakan lebih dulu melalui penelitian kesesuaian lahan untuk budidaya rumput laut.

Kesesuaian lahan memperhatikan parameter fisika, kimia dan biologi perairan seperti kecepatan arus, kadar garam (salinitas), nitrat, fosfat, total ammonia nitrogen.

Semoga ada di antara pembaca tulisan ini punya akses langsung kepada pak Gubernur Ansar Ahmad, SE MM yang mau menyampaikan kepada beliau untuk ikut ‘menggesa’ supaya mewujudkan industrialisasi rumput laut di Kepri. Dan semoga “haji-haji rumput laut” dari kalangan masyarakat nelayan di Kepri dapat segera terwujud. Aamiin. ***

1 KOMENTAR

Tinggalkan Balasan ke Ali sadikin Batal membalas

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini