TANJUNGPINANG (HAKA) – Gubernur Provinsi Kepri, Ansar Ahmad, akui dampak dari pertumbuhan ekonomi daerah saat ini sudah mulai dirasakan oleh masyarakat.
Klaim tersebut, kata dia, merujuk pada menurunnya tingkat kemiskinan, serta meningkatnya Produk Domestik Regional Bruto (PDRB), dan membaiknya berbagai indikator ekonomi daerah lainnya.
“Kalau tingkat kemiskinan kita turun, itu berarti masyarakat benar-benar merasakan hasil dari pertumbuhan ekonomi. Sebaliknya, jika angka kemiskinan naik, berarti ada yang keliru dalam pemerataan kesejahteraan,” ujarnya, kepada hariankepri.com kemarin.
Menurutnya, perputaran ekonomi daerah sangat bergantung pada dua sumber utama, yakni Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) serta investasi.
Jika kedua unsur tersebut tidak berjalan optimal, maka akan berdampak langsung terhadap stagnasi ekonomi, yang kemudian memicu kenaikan angka pengangguran dan kemiskinan.
Ansar juga menyinggung kondisi ekonomi saat pandemi Covid-19 sebagai pembanding. Pada masa itu, katanya, gangguan terhadap stabilitas ekonomi membuat hampir seluruh indikator sosial mengalami penurunan.
“Kesusahan itu bisa diukur. Bisa dilihat dari naiknya angka kemiskinan, tingginya pengangguran, turunnya daya beli, dan melambatnya Produk Domestik Regional Bruto (PDRB),” jelasnya.
Ansar optimistis, dengan kondisi PDRB yang terus tumbuh dan iklim investasi yang membaik, Kepri akan mampu menjaga stabilitas sosial ekonomi dan terus mendorong kesejahteraan masyarakat secara menyeluruh.
Namun, di lapangan, tidak semua warga merasakan dampak yang sama. Seorang pelaku Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) di kawasan Taman Gurindam 12, Erni, mengaku bahwa penghasilannya dari hasil berjualan justru mengalami penurunan dibandingkan beberapa tahun lalu.
“Kalau dulu bisa cukup untuk kebutuhan sehari-hari bahkan nabung sedikit, sekarang jualan sepi. Pendapatan sehari-hari jelas berkurang,” ujarnya.
Ia mengungkapkan, bahwa dalam sehari dirinya hanya mampu mendapat keuntungan sebesar Rp30 ribu hingga Rp55 ribu. Kondisinya jauh berbeda dengan tahun 2023 yang keuntungannya bisa mencapai sekitar Rp100 ribu dalam sehari.
“Sekarang pengunjung sudah tidak terlalu ramai, ramai juga kalau ada event saja. Kami berharap, pemerintah bisa memberikan perhatian untuk kondisi seperti ini,” tambahnya.
Kondisi yang hampir mirip juga dialami oleh Riawan, seorang lulusan S1 jurusan Ilmu Administrasi Negara dari Universitas Maritim Raja Ali Haji (UMRAH) Tanjungpinang tahun 2024. Ia mengaku kesulitan mendapatkan pekerjaan meskipun telah menyelesaikan pendidikan tinggi.
“Sudah kirim lamaran ke mana-mana, tapi belum ada yang nyangkut. Rasanya sulit sekali dapat kerja di sini,” katanya.
Bahkan, kata dia, saat ini lebih mudah untuk mendapatkan pekerjaan di kedai kopi daripada perkantoran ataupun perusahaan. Dirinya juga sempat membuka usaha berjualan minuman di wilayah Jalan Bandara, Kota Tanjungpinang.
“Tapi hasilnya tidak sesuai dengan yang diharapkan. Susah sekarang buat cari uang, padahal tahun-tahun sebelumnya tidak seperti ini,” ungkapnya. (dim)