Beranda Headline

Suka Duka 30 Jam Berlayar Bersama KM Sabuk Nusantara 48

0
Para penumpang saat berada di atas kapal KM Sabuk Nusantara 48 tujuan Pelabuhan Tanjung Gudang, Belinyu – Pelabuhan Sribintan Pura, Kota Tanjungpinang, Jumat (6/5/2022)-f/zulfikar-hariankepri.com

CUTI Idul Fitri 1443 Hijriah menyajikan beragam cerita dan pengalaman baru bagi para pemudik. Seperti yang dikisahkan oleh Lian, guru honorer disalah satu SMA negeri di Kota Tanjungpinang, yang memanfaatkan kapal KM Sabuk Nusantara 48, untuk pulang ke Kota Tanjungpinang dari kampung halamannya di Sungai Liat, Kabupaten Bangka.

Ibu dua orang anak ini mengaku kapok, ketika harus kembali ke Kota Tanjungpinang dengan menggunakan kapal perintis tersebut. Karena, kata dia, selain ukuran kapal yang tergolong kecil dan juga minim fasilitas. Kapal ini juga lambat, membuatnya merasa lelah dan bosan selama berada di atas kapal itu.

“Pokoknya kalau tidak terpaksa, tidak mau lagi naik kapal itu,” katanya kepada hariankepri.com, Jumat (6/5/2022).

Kisah serupa juga dirasakan oleh Rudi, warga Kota Batam. Pria lajang yang mengaku baru pertama kali menggunakan kapal KM Sabuk Nusantara 48 ini, juga merasa lelah dan bosan selama berlayar dengan kapal itu.

Ia menuturkan, pengalamannya belayar dengan KM Sabuk Nusantara 48 akan menjadi perdananya, sekaligus pengalaman terakhir baginya untuk berlayar dengan kapal tersebut.

“Cukup sekali ini sajalah naik kapal ini, lain kali tidak mau lagi. Ampun,” tuturnya.

Hariankepri.com, yang berkesempatan merasakan sensasi berlayar dengan kapal perintis itu, memang merasakan hal yang sama dengan sebagian besar penumpang, yakni rasa lelah dan bosan.

Dari beberapa orang yang ditemui hariankepri.com, mengaku perjalanan dengan KM Sabuk Nusantara 48 merupakan pengalaman pertama.

Sebagian besar mengatakan, perjalanan menggunakan kapal ini terpaksa dilakukan, karena sebagai alternatif karena melambungnya harga tiket pesawat dari Bangka Belitung ke Kepulauan Riau di libur lebaran tahun 2022 ini.

Perjalanan hariankepri.com dengan menggunakan Kapal KM Sabuk Nusantara 48 dimulai dari Pelabuhan Tanjung Gudang, Belinyu, Bangka Belitung, pada Kamis (5/5/2022). Sebelum naik ke kapal, hariankepri.com, terlebih dahulu mengantre tiket di Pelabuhan Tanjung Gudang, Belinyu.

Baca juga:  Didatangi 1.500 Pengunjung, Event Kepri Batik-an 2022 Sukses Digelar

Sebagai informasi, harga tiket kapal ini memang tergolong murah. Untuk tiket dewasa tujuan Belinyu – Tanjungpinang hanya dipatok dengan harga Rp 32 ribu, dan anak-anak dengan rute yang sama dengan harga Rp 27 ribu.

Sekitar pukul 16.00 KM Sabuk Nusantara 48 yang ditunggu pun akhirnya bersandar di Pelabuhan Tanjung Gudang, Belinyu. Setelah seluruh penumpang dan logistik kapal dinaikkan, sekitar pukul 18.00 Wib kapal dengan jumlah penumpang sekitar 300 orang itu akhirnya lepas tali dan berlayar menuju ke Kecamatan Pekajang, Kabupaten Lingga. Kapal ini sendiri melayani rute Belinyu-Pekajang-Jagoh-Tanjungpinang.

Saat berada di atas kapal, terlihat fasilitas di dalam kapal ini tergolong cukup minim. Para penumpang ditempatkan di dek paling bawah dengan tempat tidur bertingkat.

Hawa panas sangat terasa di dek tersebut. Karena, hanya ada 1 buah kipas angin yang disediakan disisi kanan dan kiri dek penumpang itu. Untuk mendapatkan tempat tidur di dek itu, para penumpang juga harus berebutan. Jika tidak kebagian, maka terpaksa tidur di pelataran kapal.

Bagi penumpang yang tidak kebagian tempat dan tidak ingin repot memilih untuk menyewa kamar ABK dengan fasilitas berupa pendingin udara dan kamar mandi. Tarifnya sendiri yakni Rp 250 ribu per tempat tidur.

Setelah berlayar hampir sekitar 4 jam atau sekitar pukul 22.00 wib, kapal dengan ukuran 2000 GT itu tiba di pemberhentian pertamanya di Pelabuhan Pekajang, Kabupaten Lingga.

Saat bersandar di pelabuhan yang merupakan kecamatan terluar di Kabupaten Lingga tersebut, terlihat puluhan penumpang naik ke kapal itu. Kondisi itupun membuat kapal yang sudah penuh dari Pelabuhan Tanjung Gudang menjadi semakin sesak.

Setengah jam kemudian, kapal yang memiliki dua dek itu kembali berlayar. Kali ini menuju ke pemberhentian keduanya di Pelabuhan Jago, Dabo, Kabupaten Lingga. Sekitar pukul 6.00 pagi, KM Sabuk Nusantara 48 mulai memasuki perairan Daik, Lingga.

Baca juga:  Tahun Depan, Kepri Jadi Tuan Rumah GTRA Summit

Ketika masuk, di perairan ini, rasa lelah para penumpang terlihat sedikit terobati, karena disuguhi dengan keindahan alam dan jernihnya laut Lingga.

Selain itu, kehadiran sinyal handphone yang sempat hilang selama perjalanan dari Pekajang ke Jagoh, juga menjadi penawar rasa lelah. Hampir sebagian besar penumpang waktu itu, mengabadikan keindahan alam Daik, Lingga dan meng-upload-nya ke media sosial. Serta banyak juga, yang menghubungi sanak saudaranya di rumah untuk sekedar mengabarkan kondisi selama perjalanan.

Tepat pada pukul 09.00, KM Sabuk Nusantara 48, akhirnya bersandar di Pelabuhan Jagoh, Dabo, Kabupaten Lingga untuk menurunkan penumpang.

Saat berada di pelabuhan itu, terlihat cukup banyak penumpang yang turun, dan cukup banyak pula penumpang yang naik untuk menuju ke Pelabuhan Sribintan Pura, Kota Tanjungpinang. Sekitar setengah jam kemudian, kapal itupun kembali berlayar menuju ke rute terakhirnya di Pelabuhan Sribintan Pura, Kota Tanjungpinang.

Selama perjalanan ke Kota Tanjungpinang inilah, rasa lelah dan bosan mulai menyelimuti hampir sebagian besar penumpang. Sebab, selama perjalanan pemandangan yang disuguhi hanya hamparan lautan luas. Sinyal handphone juga kembali hilang dan ditambah lagi kecepatan kapal yang hanya sekitar 10 knot atau 18,5 km/jam membuat perjalanan menjadi semakin lama dan terasa sangat membosankan.

Bayangkan saja, karena lambatnya kapal itu, membuat perjalanan Jago – Tanjungpinang yang jika dengan kapal ferry bisa ditempuh hanya dengan waktu sekitar 3 – 4 jam, ketika menggunakan kapal itu bisa menjadi belasan jam.

Menurut Syamsul, salah seorang penumpang yang sudah beberapa kali menggunakan kapal itu, durasi perjalanan dari Jago ke Tanjungpinang yang tergolong lama, dikarenakan rute yang dilalui oleh kapal itu berbeda dengan kapal ferry.

“Kapal ini tidak lewat jalur feri, tapi memutar lewat belakang Daik yang laut lepas. Makanya lama dan juga agak terasa ombaknya,” tuturnya.

Memang hariankepri.com merasa selama pelayaran dari Jago ke Tanjungpinang kapal itu sedikit bergoyang, meskipun waktu itu kondisi laut terlihat tenang.

Baca juga:  Lima Eselon II Pemko Kosong, Rahma Sebut Salah Satu Ciri Pejabat yang Diinginkan

Setelah hampir menempuh perjalanan sekitar 15 jam dari Pelabuhan Jagoh, tepat pada pukul 12.00 tengah malam, KM Sabuk Nusantara 48 akhirnya masuk ke perairan Kota Tanjungpinang. Rasa lelah dan bosan yang menyelimuti selama perjalanan langsung sirna setelah kapal itu bersandar di Pelabuhan Sribintan Pura.

Jika dikalkulasikan lama perjalanan menggunakan kapal ini, dari Pelabuhan Tanjung Gudang, Belinyu ke Pelabuhan Sribintan Pura, Kota Tanjungpinang memakan waktu hampir 30 jam.

Menurut penuturan sejumlah penumpang, sejatinya, perjalanan dengan KM Sabuk Nusantara 48 bisa cukup menyenangkan, bila saja kecepatan kapal itu bisa sedikit lebih kencang. Selain itu, fasilitas di kapal itu juga bisa dilengkapi dengan pendingin udara dan fasilitas pendukung lainnya.

Andai saja, itu semua bisa terwujud, mungkin KM Sabuk Nusantara 48 bisa menjadi pilihan utama bagi masyarakat untuk berpergian.

Kepala Operasional PT Pelni Tanjungpinang, Suharto, ketika dimintai tanggapannya terkait harapan penumpang kapal soal fasilitas kapal itu, menyebut, pihaknya akan berupaya untuk meningkatkan fasilitas kapal itu dikemudian hari.

Soal pendingin udara yang tidak berfungsi di kapal itu, Suharto menyebut, hal itu dikarenakan pada saat perjalanan memang sedang mengalami kerusakan.

“Kami berterima kasih atas masukannya, akan kita tingkatkan lagi. Tapi perlu juga kami informasikan kalau kapal KM Sabuk Nusantara 48 itu kapal paling tua di jajaran perintis,” tuturnya, Senin (9/5/2022).

Suharto menyebut, karena umur kapal itu yang sudah tergolong tua, sehingga dari segi fasilitas dan kecepatan kapal tersebut sedikit kalah jika dibandingkan dengan kapala perintis lainnya.

“Karena umurnya yang sudah tergolong tua itulah yang membuat kapal kecepatan kapal itu memang lambat. Tapi, kalau masyarakat naik kapal KM Sabuk Nusantara 83 jelas akan beda, karena itu kapal baru,” sebutnya.(kar)

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini