28.3 C
Tanjung Pinang
Sabtu, September 20, 2025
spot_img
spot_img

Pulau Penyengat Terus Bersolek: Dari Kampung Tua Hingga ke Etalase Melayu

MATAHARI pagi baru naik, beberapa pekerja tampak sibuk mengukur jalan. Sementara yang lain merapikan timbunan material di jalan yang berada persis di belakang Balai Adat Pulau Penyengat. Debu dan lumpur tak lagi jadi keluhan, melainkan tanda bahwa pulau mungil yang sarat sejarah itu sedang bersolek.

Thank you for reading this post, don't forget to subscribe!

Bagi masyarakat Penyengat, pemandangan ini bukan hal baru. Sejak tiga tahun terakhir, pulau seluas 240 hektare itu memang berubah menjadi kawasan proyek raksasa.

Pemerintah Provinsi (Pemprov) Kepulauan Riau bersama Balai Penataan Bangunan, Prasarana, dan Kawasan Kepri secara bertahap menata ulang wajah pulau yang pernah menjadi pusat pemerintahan Kerajaan Riau-Lingga.

“Alhamdulillah, tahun ini Pemerintah Pusat kembali mengalokasikan Rp20 miliar untuk lanjutan penataan Pulau Penyengat,” ujar Gubernur Kepri, Ansar Ahmad, di Kota Tanjungpinang, awal September lalu.

Baginya, penataan tahap III di tahun 2025 adalah babak penting. Setelah jalan-jalan utama diperbaiki dan Masjid Raya Sultan Riau direvitalisasi, kini giliran Balai Adat, dan jalan sepanjang dua kilometer yang menjadi fokus.

Bagi Ansar, Pulau Penyengat bukan sekadar destinasi wisata. Namun, ini adalah simbol kejayaan peradaban Melayu. Dari pulau inilah lahir karya sastra monumental Gurindam Dua Belas karya Raja Ali Haji. Dari sini pula lahir semangat dakwah Islam dan tata kelola pemerintahan yang menjadi acuan.

Karena itu, sejak 2022, pemerintah pusat dan daerah bersepakat menggarap proyek penataan. Tahun pertama, dana Rp20,8 miliar digelontorkan, bersumber dari APBN Rp15 miliar dan APBD Kepri Rp5,8 miliar.

Pekerjaan mencakup revitalisasi Masjid Raya Sultan Riau Penyengat, pelebaran jalan, pembangunan drainase, dan instalasi air bersih dengan teknologi Sea Water Reverse Osmosis (SWRO).

Tahun berikutnya, giliran jalan sepanjang 3,4 kilometer yang diperbaiki dengan dana Rp25 miliar dari APBN. Ruas-ruas penting seperti Jalan Rumah Hakim, Istana Laut, dan Kampung Datuk dipercantik dengan drainase baru, saluran utilitas, hingga street furniture. Pulau Penyengat tak lagi sekadar kampung tua, tetapi kian menyerupai kawasan wisata yang nyaman.

Kini, tahap III bukan lagi soal infrastruktur dasar. Gubernur Ansar menyebut, pemerintah ingin memberi nyawa pada setiap sudut pulau.
Balai Adat akan ditata ulang, ruang cerita dan galeri seni dibangun, lanskap hijau diperluas, dan fasilitas publik dirancang bernuansa budaya Melayu.

“Dengan penataan ini, Penyengat akan lebih tertata, nyaman, dan tetap kental dengan budaya Melayu,” kata Ansar.

Kepala Balai Penataan Bangunan, Prasarana, dan Kawasan Kepri, Rocky Adam, menegaskan bahwa penataan tak boleh setengah hati. “Konsepnya terintegrasi. Kalau hanya bangunan yang dibenahi tapi lingkungannya tidak, maka daya tariknya hilang,” katanya.

Pulau Penyengat selama ini lebih dikenal dengan ikon Masjid Raya Sultan Riau. Namun, bagi pelancong, kekuatan pulau ini justru ada pada narasi sejarah yang terkandung di setiap sudutnya.

“Penyengat bukan Bali. Orang datang ke sini bukan untuk pantai, tapi untuk sejarah. Maka penataan harus membawa orang ke cerita itu,” ujar Rahmat wisatawan lokal saat ditemui hariankepri.com, disela-sela kegiatan Night Run 5 K di even Penyengat Heritage Fest 2025, pada Sabtu (13/9/2025).

Karena itu, pria asal Kabupaten Karimun ini menilai rencana pembangunan ruang cerita dan galeri seni dianggap sebagai langkah strategis.

Karena, wisatawan tak hanya berfoto di depan masjid, melainkan juga memahami siapa itu Raja Ali Haji, apa makna Gurindam Dua Belas, hingga bagaimana Penyengat menjadi pusat perlawanan terhadap kolonial.

Tiga tahun perjalanan penataan Pulau Penyengat memperlihatkan arah yang jelas, menjadikannya etalase peradaban Melayu. Pemerintah berinvestasi, masyarakat berbenah, dan para pegiat budaya menjaga makna. Semua berpadu dalam harapan bahwa pulau kecil di jantung Tanjungpinang ini tak sekadar indah, tetapi juga bercerita.

Ketika jalan baru rampung, Balai Adat tertata, galeri seni berdiri, dan rumah warga bersih berwarna seragam, Pulau Penyengat tak lagi sekadar tempat singgah. Ia menjelma menjadi ruang belajar, ruang ziarah budaya, dan ruang kebanggaan Melayu.

“Penyengat ini bukan milik Kepri saja. Ia milik bangsa. Karena dari sini lahir nilai-nilai besar yang layak ditunjukkan kepada dunia,” ujar Ansar saat menutup pidatonya dalam sosialisasi penataan, pada Agustus 2025 lalu.(kar)

zulfikar
zulfikar
Redaktur Pelaksana. Mulai bergabung sebagai jurnalis di hariankepri.com sejak tahun 2017. Merupakan alumni Program Studi Bahasa dan Sastra Indonesia, FKIP UMRAH. Saat ini, selain aktif meliput isu-isu lokal dan nasional, juga tercatat sebagai anggota Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Kota Tanjungpinang.
spot_img

Berita Lainnya

spot_img
Seedbacklink
- Iklan -spot_img

Berita Terbaru

Translate »