Beranda Opini

Integritas Penyelenggara Pemilu

0

Oleh : Joni Shandra, MH
Pemerhati Sosial Kemasyarakatan

Penyelenggara Pemilu yang berintegritas berarti mengandung unsur penyelenggara yang jujur, transparan, akuntabel, cermat dan akurat dalam melaksanakan tugas dan kewenangannya. Integritas penyelenggara menjadi penting, karena menjadi salah satu tolok ukur terciptanya Pemilu demokratis. Beberapa prinsip dalam Administrasion and Cost of Election (ACE) yang dibutuhkan untuk mewujudkan Pemilu yang berintegritas, yaitu:

1.Menghormati prinsip-prinsip Pemilu yang demoktaris.

2.Kode etik, integritas Pemilu juga bergantung pada perilaku etis para penyelenggara Pemilu, kandidat, partai dan semua peserta dalam proses Pemilu.

3.Profesionalisme dan akurasi, Pemilu yang berintegritas sering diasumsikan berasal dari praktik Pemilu yang jujur.

4.Perlindungan terhadap lembaga penyelenggara Pemilu. Untuk menjamin adanya Pemilu yang berintegritas, ada baiknya jika lembaga penyelenggara Pemilu berdiri sendiri dan mandiri dalam melaksanakan proses Pemilu.

5.Pengawasan dan penegakan hukum. Fungsi dari pengawasan dan kerangka hukum adalah supaya penyelenggara dan peserta Pemilu bertanggung jawab terhadap proses Pemilu.

6.Transparan dan akuntabel, transparansi penyelenggara dalam memberikan informasi kepada publik tentang semua proses Pemilu adalah salah satu upaya dalam mewujudkan Pemilu yang berintegritas.
Langkah-langkah mewujudkan Pemilu yang berintegritas disesuaikan dengan konteks sosial dan politik dimasing-masing negara, namun tujuannya tetap sama yaitu menjamin berlangsungnya Pemilu yang jujur dan adil.

Terdapat delapan kriteri Pemilu berintegritas yang dirumuskan Ramlan Subakti (2016), yaitu:

1.Hukum Pemilu dan kepastian hukum.

2.Kesetaraan antar warga negara, baik dalam pemungutan dan penghitungan suara maupun dalam alokasi kursi DPR/DPRD dan pembentukan daerah pemilihan.

3.Persaingan bebas dan adil.

4.Partisipasi pemilih dalam Pemilu.

5.Penyelenggara Pemilu yang mandiri, kompetensi, berintegritas, efesien dan kepemimpinan yang efektif.

6. Proses pemungutan dan penghitungan suara berdasarkan asas Pemilu demokratik dan prinsip Pemilu berintegritas.

Baca juga:  Antara Kesadaran Membayar Pajak dan Kemudahan Aturan untuk Pelaku UMKM

7. Keadilan Pemilu.

8. Tidak ada kekerasaan dalam proses Pemilu. Kekerasan Pemilu adalah setiap tindakan yang mencederai orang atau ancaman mencederai atau barang berkaitan dengan Pemilu.

Data dari IFES (2015) menunjukkan bahwa kepercayaan publik terhadap penyelenggara Pemilu tahun 2014 cukup baik. Hasil tersebut menggambarkan mayoritas masyarakat Indonesia merasa cukup percaya dengan kinerja Bawaslu, KPU, dan DKPP. Kepercayaan publik terhadap KPU Kabupaten/Kota lebih tinggi dibandingkan dengan kepercayaan publik terhadap KPU Provinsi dan KPU RI.

Enam Prinsip penilaian terhadap integritas KPU dalam Pemilu adalah:

1. Prinsip Independensi. Makna Independen adalah mandiri atau berdiri sendiri, KPU yang independen adalah dalam menjalankan segala tugas dan fungsinya tanpa ada pengaruh oleh partai politik tertentu, atau pejabat negara yang mencerminkan kepentingan partai politik atau peserta Pemilu. Independen menjadi kata yang sangat sakral, karena independen diartikan sebagai kekuatan penyelenggara Pemilu dalam mewujudkan jalannya demokrasi.

2. Prinsip Impartiality (Berimbang/Tidak Berpihak). Lembaga penyelenggara Pemilu tidak boleh tunduk pada arahan dari pihak manapun, baik pihak berwenang maupun pihak partai politik. Lembaga ini harus mampu menjalankan dan bekerja tanpa pemihakan dan praduga politik, serta bebas dari campur tangan, karena akan memiliki dampak langsung tidak hanya terhadap kredibilitas lembaga penyelenggara, tetapi juga terhadap proses dan hasil Pemilu. Perlakuan yang sama, tidak memihak, dan adil sehingga tidak memberikan keuntungan pihak lain merupakan makna imparsialitas. Imparsialitas dapat diciptakan melalui penataan aturan hukum dan struktur kelembagaan KPU, namun lebih penting Imparsialitas penting karena keberpihakan justru akan mencederai kredibilitas penyelenggara Pemilu dan proses penyelenggaraan Pemilu. Bentuk keberpihakan dimaksud adalah tindakan yang bertujuan untuk menguntungkan kandidat tertentu.

Baca juga:  Kedai Kopi Rakyat, Sensasi Ngopi Tak Biasa, Tempat Nongkrongnya Anak Muda

3. Prinsip Transparansi. Setidaknya terdapat tiga unsur penting dalam penyelenggaraan Pemilu yang transparan dan akuntabilitas, yaitu akses, partisipasi, dan pembagian tugas yang jelas. Dari segi akses, transparansi proses penyelenggaraan Pemilu adalah kewajiban, maka dari itu KPU membuka keterbukaan publik sesuai dengan Undang-Undang Keterbukaan Informasi Publik dengan membentuk PPID untuk melayani permintaan informasi dari masyarakat terkait penyelenggaraan Pemilu.

4. Prinsip Efesiensi/Efektifitas. Keduanya merupakan komponen penting dari seluruh kredibilitas Pemilu. Efisiensi sangat penting bagi proses penyelenggaraan Pemilu karena masalah teknis dapat menyebabkan kekacauan dan rusaknya hukum dan tata tertib. Efisiensi dan efektivitas bergantung kepada beberapa faktor, termasuk profesionalisme staf, sumber daya, dan paling penting adalah waktu yang cukup untuk mempersiapkan Pemilu dan melatih mereka yang mempunyai tanggung jawab atas penyelenggaraan Pemilu.

5. Prinsip Professional. Penyelenggara Pemilu yang profesional berarti melaksanakan seluruh tugasnya dan kewenangannya berdasarkan keahlian tentang tata kelola Pemilu dan bidang ahlinya. Profesionalisme dalam manajemen Pemilu membutuhkan akurasi, implementasi berorientasi layanan prosedur pemilihan oleh staf sesuai keterampilan dan keahlian. Penyelenggara Pemilu yang professional meningkatkan kepercayaan publik terhadap penyelenggara, karena segala sesuatu tentang penyelenggaraan Pemilu dapat dilaksanakan dengan baik. Untuk itu peningkatan capacity bulding untuk penyelenggara Pemilu sangat penting. Karena Pemilu merupakan pelaksanaan demokrasi yang mestinya dilakukan oleh penyelenggara yang ahli, terlatih dan berdedikasi tinggi.

6. Akuntabilitas. memiliki sejumlah efek positif yakni membantu penyelenggara Pemilu untuk melakukan transparansi dan mempromosikan tata pemerintahan yang baik, serta mendapatkan kepercayaan dari para pemangku kepentingan publik. Kurangnya mekanisme akuntabilitas yang tepat dapat menyebabkan tuduhan transparansi dan operasional yang buruk. (***)

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini