30.7 C
Tanjung Pinang
Minggu, November 9, 2025
spot_img

Fenomena Gantung Diri di Tanjungpinang, Psikolog Stefvani: Pria Paling Rentan

TANJUNGPINANG (HAKA) – Peristiwa miris melanda warga Kota Tanjungpinang. Setidaknya, ada sekitar 8 orang mengakhiri hidup dengan cara gantung diri, dari Januari 2025 hingga 12 Agustus 2025. Fenomena sosial itu, mendapat perhatian dari kalangan psikolog.

Psikolog Klinis Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Bintan, Stefvani Chania, S.Psi M.Si, menilai, secara umum, penyebab terjadinya peristiwa itu tidak datang dari faktor pribadi (single factor), melainkan multi faktor dari internal keluarga maupun lingkungan masyarakat.

“Artinya, persoalan ini bukan masalah per individu atau perorangan, melainkan fenomena sosial. Ini masalah kesehatan mental yang kompleks, dan bisa menjumpai siapa saja,” ucapnya, Senin (18/8/2025).

Menurutnya, ini kondisi depresi, dan depresi kadang tersembunyi. Keluarga dan orang terdekat tidak menyangka akan situasi tekanan itu, karena biasanya korban terlihat baik-baik saja sebelumnya.

Selain itu, sambung Stefvani, faktor psikologis lainnya seperti putus asa, tekanan, stres secara emosional, kesepian, konflik interpersonal dan penyebab lainnya. Kasus seperti ini, paling sering dialami kalangan pria.

“Angka bunuh diri meningkat setiap tahunnya, bahkan laki-laki lebih rentan dan banyak menjadi korbannya. Kalau kita lihat lokasi kejadian kebanyakan di rumah atau lingkungan perumahan,” tuturnya.

Dengan persoalan itu, Stefvani menekankan, perlunya peran lintas sektor untuk memitigasi adanya indikasi permasalahan psikis yang memengaruhi kualitas hidup seseorang, di lingkungan rumah, RT dan RW di pemukiman warga.

Yakni, rumah harus dijadikan fungsi utama sebagai tempat paling aman untuk bercerita serta mengekspresikan perasaan dengan pasangan maupun anak-anak.

“Keluarga harus dan perlu tahu perubahan atau tanda-tanda pasangan maupun anak-anak kita. Misalnya, sering mengurung diri, kehilangan minat, atau ucapan mengenai putus asa atau kematian,” sebutnya.

Selain itu, sambung Stefvani, warga harus menciptakan serta meningkatkan kesadaran di lingkungan masing-masing. Seperti, saling bertegur sapa, melibatkan setiap person dalam kegiatan mendukung kesehatan mental, olahraga bersama serta mengajak untuk ikut aktivitas sosial lainnya.

Begitupun juga Pemerintah Daerah, telah mempunyai sistem birokrasi serta perakangkat daerah untuk menempatkan psikolog hingga level puskesmas, berdasarkan mandat Undang-Undang kesehatan. Sehingga, mempermudah masyarakat mencari bantuan profesional di bidang kesehatan mental, dalam menyelesaikan persoalan tersebut.

“Selain menggencarkan edukasi mengenai kesehatan mental, unit cepat tanggap/ hotline yang menggandeng komunitas atau relawan, juga penting,” jelasnya.

Seperti diberitakan, warga Tanjungpinang yang melakukan bunuh diri, di antaranya, seorang wanita paruh baya berinisial S (67) ditemukan meninggal dunia gantung diri, di tempat tinggalnya, Jalan Mapur, Kecamatan Bukit Bestari, awal Juli 2025.

Lalu, seorang pelajar berinisial Kk di salah satu sekolah swasta Kota Tanjungpinang. Pria yang berumur 15 tahun itu, juga melakukan hal yang sama, di Perumahan Air Raja, Kecamatan Tanjungpinang Timur, Kamis (31/7/2025).

Selanjutnya, seorang pemuda berusia 26 tahun juga ditemukan meninggal dunia, di tempat tinggalnya, Perumahan Mahkota Alam Raya, Blok Damar, Kota Tanjungpinang, Kamis (7/8/2025).

Lima hari kemudian, ada lagi korban lainnya yakni, Yusuf Tampubolon (37), seorang warga Perumahan Bintan Permai, Kelurahan Pinang Kencana, Kota Tanjungpinang. Ia meninggalkan istri dan kedua anaknya yang masih duduk di bangku Kelas V dan Kelas II SD. (rul)

masrun
masrun
Jurnalis. Bergabung dengan Hariankepri.com sejak 2018. Aktif sebagai anggota Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Kota Tanjungpinang.
spot_img

Berita Lainnya

- Iklan -spot_img
Seedbacklink

Berita Terbaru