TANJUNGPINANG (HAKA) – Ketua Ombudsman RI, Mokhammad Najih, mengingatkan pemerintah daerah agar tidak menganggap remeh praktik maladministrasi.
Thank you for reading this post, don't forget to subscribe!Ia menegaskan, penyalahgunaan wewenang, diskriminasi, maupun kelalaian hukum bukan sekadar merusak citra birokrasi, tetapi dapat menimbulkan ketimpangan sosial, memicu konflik, hingga menghambat pertumbuhan ekonomi.
“Maladministrasi bisa menjadi akar dari ketidakadilan sosial, dan itu berbahaya bagi stabilitas daerah,” tegas Najih, usai kegiatan penandatanganan Nota Kesepakatan dan Rencana Kerja dalam rangka memperkuat penyelenggaraan pelayanan publik di Aula Wan Seri Beni, Pulau Dompak, Kota Tanjungpinang, Senin (16/9/2025).
Najih mendorong pemerintah daerah memperkuat mekanisme pengawasan layanan publik, mulai dari monitoring regulasi, pemanfaatan teknologi informasi dalam penanganan pengaduan masyarakat, hingga membangun budaya partisipasi publik dalam pengawasan.
“Pelayanan publik bukan hanya kewajiban birokrasi, tapi hak masyarakat yang harus terus diperjuangkan,” katanya.
Ia juga menekankan, tata kelola layanan publik yang bersih dan transparan adalah kunci keberhasilan agenda reformasi birokrasi dan pemberantasan korupsi dalam Asta Cita Pemerintahan Prabowo–Gibran.
Sementara itu, Gubernur Kepri Ansar Ahmad menegaskan komitmennya, memperkuat sinergi lintas lembaga untuk memastikan layanan publik di Kepri berjalan prima.
“Saya mengajak para bupati dan walikota untuk berkomitmen memberi pelayanan terbaik yang efektif, profesional, dan berkeadilan,” ujarnya.
Ansar juga mengapresiasi capaian Kepri yang pada 2024 berhasil meraih zona hijau penilaian kepatuhan pelayanan publik dari Ombudsman RI.
Predikat itu, katanya, harus menjadi penyemangat agar seluruh pemerintah daerah di Kepri konsisten menutup ruang maladministrasi.
“Mari jadikan capaian ini sebagai referensi dan semangat untuk terus meningkatkan kualitas layanan publik ke depan,” tegasnya.(kar)
